Kamis, 10 Desember 2009

Balada Karet

Balada Karet

August 10th, 2006 by neiy-hj

In revision February 28th, 2009

Kenalkan, aku sebuah ban, lalu apa istimewanya? Yah aku memang hanya sebuah ban radial dengan harga sekitar 850 ribuan. Aku, saudaraku, dan kawan-kawanku hanyalah sebuah ban hitam yang terkadang berubah menjadi kelabu atau kecoklatan saat musim hujan.Kenapa warnaku harus hitam? Mungkin disamakan dengan nasibku yang hitam dan jalan aspal harus selalu ku lalu yang juga berwarna kehitaman dan mungkin pula karena masa depanku yang tidak memiliki setitik harapan suatu saat aku akan menjadi permata yang bercahaya. Yah.. aku memang hanya sebuah ban. Sepanjang hariku, aku menopang kotak besar yang bernama ‘mobil’. Saudaraku menopang sepeda dan dan sahabat lamaku menopang sepeda motor. Apapun yang kami topang, nama kami tetap sama yakni B-A-N.

Aku lahir dari pabrik terkemuka milik negara adi daya yang merampok bahan baku dari negara kaya namun miskin dengan hutan karet terluas namun tergunduli oleh perampok bangsa yang bodoh namun mengaku pintar di lintang tropis Benua Asia. Saat ini aku telah pindah dari tempat kelahiranku yakni PABRIK BAN ke dealer ban terkemuka di negara ini. Aku senang sekali pindah ketempat ini karena aku dapat melihat gadis seksi setiap hari apalagi saat aku dibawa untuk dipamerkan pada pameran otomotif di kota. Terkadang aku merasa jengah namun aku berusaha untuk menikmati pemandangan itu. Gadis-gadis lugu korban propaganda bodoh para lelaki yang berhasil merayu mereka untuk berpakaian minim dengan make-up yang baru akan hilang setelah 4 kali cuci muka dengan susu pembersih, sabun muka, dan cairan make-up remover dengan satu alasan… mendongkrak angka penjualan.

****

Saat ini nasibku berbeda, aku bukan lagi ban radial, aku bukan lagi seharga 850 ribuan, aku bukan lagi yang dipromosikan para gadis belia, lugu, namun pandir itu. Aku… aku tidak lagi ada pada rak bersih nan rapih itu. Kemarin aku telah pindah…

Hari ini pindah lagi. Setelah sehari yang lalu aku ada dibengkel Pak Tejo, sekarang aku harus pindah ke bengkel Bang Togar. Aku terkadang rindu dengan kehidupanku yang dulu, aku rindu berada dibengkel mobil terkenal, aku rindu menjadi tawaran sekian banyak orang dengan harga yang super mahal, aku rindu menopang tumpangan yang high class, aku rindu bersama teman-temanku membawa penumpang topanganku ketempat-tempat yang tidak terjamah oleh orang rendahan. Aku rindu semua itu. Tapi sekarang aku hanyalah sebagai penghuni bengkel butut yang tidak memiliki ‘harga’ sama sekali.

Dulu aku terkadang lelah terus berputar mengangkat beban dan berpanas-panasan dijalan raya serta kehujanan dan menginjak benda-benda nista. Aku dulu sempat benci dengan takdirku sebagai benda bulat yang harus bersama dengan teman-temanku menopang sebuah kotak besar yang ditumpangi oleh pejantan yang tidak begitu tangguh. Pergi melintasi kota metropolitan, atau mungkin sekarang yang berubah menjadi kota megapolitan. Bertemu dengan para kolega, atau mungkin malam hari aku harus mengantarkannya membeli kembang gula pinggir jalan. Terkadang aku dan teman-temanku muak melihat caranya menikmati kembang gula tersebut. Kami pikir begitu murahnya majikan kami hanya mampu membeli kembang gula pinggir jalan. Dia seorang eksekutif muda kenapa tidak mencoba kembang gula ditoko swalayan, ataupun kembang gula diwarung dekat rumah, kenapa yang dipinggir jalan? tidak ingatkah dia sebagai seorang selebriti dan eksekutif muda tidak boleh sembarangan membeli kembang gula pinggir jalan? Tidak pernahkah dia menonton pemberitaan televisi yang mengatakan bahwa kembang gula pinggir jalan banyak pengawet dan pewarna pakaian? kembali lagi dengan caranya menikmati kembang gula tersebut. Begitu menjijikkan. Begitu memuakkan. Terasa begitu tidak masuk akal. Dia lucuti satu persatu bungkus kembang gula tersebut, dia masukkan kedalam mulut dan dia nikmati sambil menyetel lagu yang sedikit jazz (padahal aku tahu majikanku tidak mengerti apa-apa tentang musik, apalagi musik jazz, musik berkelas), dia menikmatinya seperti tidak pernah merasakan sebutir kembang gula waktu kecil.

Aku mengerti tentang masa lalu majikanku yang begitu kelam sehingga kembang gulapun ia tak mampu untuk menikmatinya, bahkan kembang gula yang dijajakan ibunya sendiri, dan lebih parah lagi kembang gula yang ditawarkan oleh adik perempuannya sendiri.

Namun, aku terkadang merasa iba dengan para kembang gula tersebut dan tak jarang aku merasakan aku jatuh cinta pada salah satu diantara mereka. Mereka yang ternistakan oleh keadaan, mereka yang tidak dapat lari dri sebuah kenyataan pahit itu. Aku tidak dapat berbuat banyak selain dengan rasa yang tertegakan aku harus melihat mereka merelakan semua miliknya demi keinginan orang seperti majikanku yang tidak pernah merasakan hakikat manis yang sesungguhnya dari kembang gula.

Terkadang aku juga muak dengan diriku sendiri, aku dibeli dengan harga yang mahal, dipromosikan oleh gadis-gadis seksi, ditawar oleh eksekutif muda seperti majikanku sekarang ini. Tapi setelah itu aku hanya digunakan untuk menopang kotak besar, berputar setiap hari ditengah panasnya jalanan ibu kota, berputar ditengah debu dan asap, menginjak barang nista, dan seringkali mengantarkan pula ketempat nista. Membeli kembang gula.

Ingin rasanya aku memiliki kembang gula, mengulum mereka untuk diriku sendiri. Menyimpan mereka pada tempat yang teristimewa milikku. Tapi aku tidak bisa. Apalah artinya aku yang saat ini mungkin sama nistanya seperti mereka. Aku kotor, lusuh, bau, dan selalu berada dibawah. Walau aku tahu kalau aku sangat berarti bagi kotak besar berjudul mobil itu. Kalau tidak ada aku mana mungkin kotak itu bisa berfungsi layaknya sebuah mobil.

Tapi…

Hari ini nasibku tidak seperti beberapa tahun lalu, yang tersenyum manis ditengah-tengah jajaran ban radial dengan merk terkemuka, dipromosikan oleh gadis-gadis belia nan seksi. Tidak. Hari ini nasibku berubah. Majikanku menjualku bersama dengan kotak besar mewahnya, majikanku bangkrut, tidak punya uang lagi, dan tidak lagi mampu membeli kembang gula. Aku dilucuti bersama teman-temanku oleh pemilik toko gadai, aku dijual ketukang loak, aku berpisah dari teman-temanku, dan sekarang aku menjadi sebuah ban bekas. Hanya ban bekas.

2 komentar:

  1. nyyy... gue suka balada karet! bagus d ceritanya, unik, dan point of viewnya kaya bgt!!

    keep posting this kind of story ny!!

    i think your blog is going to be long lasting and inspiring!

    genuine blogging, personal point of view and inspiring!!

    BalasHapus
  2. hahay...gw kasih jempol deh yang ini.

    BalasHapus